Tiba Di Bengkulu, Tersangka Ketiga Dugaan Korupsi Megamall Langsung Dijebloskan Ke Rutan Malabero

GK, Bengkulu – Penanganan kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan Mega Mall dan Pasar Tradisional Modern (PTM) Bengkulu terus bergulir. Pada Jumat (6/6/2025), penyidik tindak pidana khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu resmi menahan tersangka ketiga dalam kasus ini, Wahyu Laksono, Direktur Utama PT Dwisaha Selaras Abadi.

Tersangka tiba di Bengkulu dengan pengawalan ketat menggunakan mobil tahanan milik Kejati Bengkulu. Mengenakan rompi tahanan, Wahyu langsung dijebloskan ke Rumah Tahanan (Rutan) Malabero untuk menjalani proses hukum lebih lanjut.

Bacaan Lainnya

Kepala Kejati Bengkulu, Victor Antonius Saragih Sidabutar, melalui Kasi Penkum Kejati Bengkulu, Ristianti Andriani, dan Kasi Penyidikan, Danang Prasetyo, menyampaikan bahwa penahanan terhadap Wahyu dilakukan setelah penyidik mengantongi minimal dua alat bukti yang cukup untuk menetapkannya sebagai tersangka.

“Peran tersangka dalam kasus ini adalah saat awal perjanjian kerja sama yang melibatkan pihak ketiga dan pemerintah daerah, yang kemudian mengakibatkan kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan munculnya dugaan tindak pidana korupsi,” ungkap Danang Prasetyo dalam konferensi pers singkat.

Meskipun Wahyu telah resmi ditahan, pihak Kejati Bengkulu belum mengungkapkan secara rinci isi perjanjian atau skema korupsi yang terjadi. Alasannya, proses penyidikan masih berjalan dan pemeriksaan terhadap saksi-saksi lainnya sedang berlangsung. Kejati pun tidak menutup kemungkinan akan ada penambahan tersangka baru, baik dari pihak swasta maupun penyelenggara negara.

“Untuk teknisnya belum bisa kami buka ke publik. Yang pasti, proses penyidikan belum selesai, dan kemungkinan adanya tersangka baru masih terbuka,” ujar Kasi Penkum Kejati Bengkulu.

Kasus ini berawal dari pengalihan status lahan Mega Mall dan PTM Bengkulu yang semula berstatus Hak Pengelolaan Lahan (HPL) pada tahun 2004 menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB). SHGB kemudian dipecah menjadi dua—satu untuk Mega Mall dan satu lagi untuk pasar tradisional.

Namun dalam perjalanannya, pihak ketiga mengagunkan SHGB tersebut ke sejumlah perbankan sejak tahun 2004. Bahkan, saat kredit bermasalah dan menunggak, SHGB kembali diagunkan ke bank lain, sehingga menyebabkan tumpang tindih utang dan permasalahan kepemilikan.

Perjanjian kerja sama antara pemerintah daerah dan pihak ketiga sempat beberapa kali direvisi sejak tahun 2004 dan 2005. Namun hingga kini, tidak pernah tercapai kesepakatan final yang sah dan adil secara hukum.

Selain persoalan perjanjian dan agunan lahan, Kejati Bengkulu juga menyoroti kelalaian pengelola dalam menyetor kewajiban keuangan ke kas daerah. Sejak berdirinya bangunan Mega Mall dan PTM Bengkulu, pengelola tidak pernah menyetor Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), yang seharusnya menjadi bagian dari PAD.

Akibat kelalaian tersebut, negara ditaksir mengalami kerugian mencapai lebih dari Rp 200 miliar.

Kejaksaan memastikan bahwa kasus ini akan terus dikembangkan untuk menelusuri keterlibatan pihak-pihak lain, serta menelusuri kemungkinan adanya tindak pidana lain yang berkaitan dengan pengelolaan aset daerah.(Nasti)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *