Menanti Kabinet Helmi-Mian

Helmi Hasan Dan Mian - Gubernur Dan Wakil Gubernur Bengkulu

Catatan Zacky Antony

Sudah lebih dari 3 bulan, Helmi Hasan dan Mian dilantik menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Bengkulu masa bakti 2025-2030. Namun duet pemimpin ini belum bisa membentuk “kabinet” karena terbentur prosedur administrasi di Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

 

Namun info terbaru, lampu hijau dari dua institusi tersebut sudah diperoleh. Ini berarti, duet Helmi – Mian akan segera membentuk kabinet baru di jajaran Pemprov. Mulai eselon II, III, hingga eselon IV diperkirakan bakal banyak terjadi pergeseran. Ini hal yang lumrah terjadi pasca Pilkada.

 

Lalu seperti apa kabinet Helmi – Mian? Untuk mendukung capaian visi misi dan program selama kampanye Pilkada, Helmi – Mian harus didukung jajaran kepala OPD yang profesional. Makna profesional di sini mencakup kompetensi, integritas, kapasitas dan loyalitas. Disamping itu, kabinet Helmi-Mian juga perlu diisi orang-orang yang berpengalaman dan punya jaringan di pusat. Jaringan ini penting karena merupakan pintu masuk untuk melakukan lobi-lobi menarik dana APBN.

 

Di level top pimpinan, Helmi Hasan dan Mian diyakini memiliki jaringan yang kuat. Sebelum menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur, keduanya sudah berpengalaman menjadi kepala daerah. Helmi Hasan menjadi Walikota Bengkulu dua periode 2013-2018 dan 2018-2023 dan Mian menjadi Bupati Bengkulu Utara dua periode 2016-2021 dan 2021-2024. Pengalaman menjadi walikota dan bupati merupakan modal berharga untuk menarik dana-dana pusat serta berbagai program strategis nasional.

 

Dari segi jaringan, Helmi Hasan sebagai Gubernur punya jaringan spesial. Posisi sang kakak, Zulkifli Hasan sebagai Menko Pangan menjadi nilai tambah untuk menyokong upaya mengalirkan dana-dana dan program pusat ke Provinsi Bengkulu. Ini bukan berarti KKN. Tapi lebih kepada strategi memanfaatkan potensi.

 

Akan tetapi, sekuat apapun Helmi Hasan dan Mian bekerja, sebagus apapun program-program yang dirancang, tidak akan mencapai hasil maksimal apabila tidak ditopang kabinet (kepala-kepala OPD) yang profesional. Saya ingat betul pengalaman ketika Bengkulu menjadi tuan rumah Hari Pers Nasional (HPN) tahun 2014, banyak sekali peluang untuk menarik dana APBN. Presiden SBY telah memberi lampu hijau berbagai program pembangunan untuk Bengkulu. Tapi sayang, setelah HPN berlalu, minim sekali upaya dari kabinet UJH ketika itu, untuk menjemput dana-dana pusat tersebut.

 

“Kalau saya sudah mendapat sinyal dari Presiden, pagi besoknya itu saya sudah tongkrongi pintu ruang kerja menteri,” celetuk Ridwan Mukti saat ngobrol ringan bersama wartawan menjelang PIlgub Bengkulu 2015.

 

Kembali pada kabinet Helmi – Mian tadi, menarik untuk ditunggu siapa saja pejabat-pejabat yang akan masuk jajaran kabinet. Tidak cukup mencari pejabat yang pintar saja, tapi juga harus benar. Pintar tapi kalo tidak benar, berbahaya. Apa yang terjadi di sidang Pengadilan TIpikor Bengkulu memberi pelajaran berharga bagi birokrasi kita. Kalau Bengkulu mau maju, stop setor menyetor.

 

Sebagai kontribusi pemikiran, saya mencatat setidaknya kabinet Helmi – Mian harus diisi orang-orang yang memiliki kriteria sebagai berikut. Pertama, mampu, adaptif dan komunikatif. Kepala OPD harus punya kemampuan untuk merealisasikan capaian visi dan misi dan program Gubernur. Ciri orang mampu adalah dia tahu apa yang harus dikerjakan. Selain itu, juga harus bisa beradaptasi dengan gaya dan substansi kepemimpinan Gubernur Helmi Hasan. Jangan sampai dipanggil rapat oleh gubernur, tidak bawa buku dan pulpen. Bagaimana dia bisa mencatat arahan-arahan pimpinan. Kepala OPD juga harus bisa diajak dan mengajak berkomunikasi. Bukan zamannya lagi seorang pejabat sulit dihubungi. Ditelepon jarang diangkat. Dikirim pesan WA, sudah tiga hari baru direspon. Waduh…bakal ketinggalan kalo seperti ini.

 

Dua, berintegritas dan punya loyalitas. Bahasa kampungnya tidak ABS (Asal Bapak Senang). Sudahlah. Era ABS sudah lewat. Itu kultur birokrasi zaman orde baru. Sekarang sudah zaman reformasi. Walaupun pahit, laporan harus sampaikan. Ketimbang manis, tapi malah menjerumuskan. Kalo dicermati secara seksama, sikap ABS memberi kontribusi terhadap kasus yang membelit sejumlah gubernur Bengkulu. Karena tidak ada yang berani mengingatkan. Semuanya mengatakan bagus terus. Nggak ada rem. Akhirnya masuk jurang.

 

Tiga, banyak ide dan berpikir solutif. Tidak semua program Gubernur dan Wakil Gubernur, mudah untuk dilaksanakan. Bisa saja terbentur keterbatasan anggaran. Dalam konteks ini, seorang kepala OPD harus mampu mengatasinya. Kuncinya harus banyak ide. Bisa menggandeng swasta. Pakai dana CSR dan sebagainya. Tidak semua harus APBD. Cara berpikir sedikit-sedikit APBD, pelan-pelan harus mulai diubah. Cara berpikirnya adalah mengatasi masalah. Mencari solusi, bukan mengeluh. Repot kalau seorang kepala OPD kerjanya hanya mengeluh. Ngeluh minim dana. Ngeluh tidak ada fasilitas. Ngeluh rapat sampai malam.

 

Empat, tidak lelet alias bisa bertindak cepat. Kabinet Helmi – Mian perlu disokong orang-orang yang bisa bertindak cepat. Birokrasi yang efektif membutuhkan orang-orang yang bisa berpikir tepat dan bertindak cepat. Di abad XXI sekarang, pepatah biar lambat asal selamat sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman. Siapa lambat dia akan ketinggalan. Dalam banyak hal. Ketinggalan program. Ketinggalan teknologi. Ketinggalan pekerjaan. Ketinggalan informasi he he. Dll.

 

Lima, berpengalaman dan punya jaringan luas. Setiap kepala OPD punya cantolan kementerian di pemerintah pusat. Untuk menerobos birokrasi di kementerian, butuh orang-orang yang berpengalaman. Terutama di kementerian terkait. Dan untuk itu, harus orang-orang yang punya jaringan. Contoh sederhana, bagaimana ingin menarik program dan dana pusat, kalau kenalan saja tidak punya di kementerian terkait.

 

Enam, tidak berwatak koruptif. Ada orang menjadi pejabat tujuannya untuk memperkaya diri. Bukan untuk memenuhi target kinerja. Pejabat yang seperti ini biasanya yang ada dalam pikirannya bagaimana memotong anggaran, DL (Dinas Luar) terus. Mindset nya adalah mindset proyek. Ada uang (honor) dia bekerja. Kalau tidak ada uang, tidak mau bekerja.

 

Tentu masih banyak kriteria-kriteria lain misalnya menyangkut mental, kepribadian, akhlak dan sehat. Pintar tapi kalau sakit-sakitan, pasti tidak bisa bekerja optimal.

Penulis adalah wartawan senior di Bengkulu yang juga Ketua Komisi Hukum PWI Pusat

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar

  1. Yang pasti Pejabat yang nggak mendukung Helmi – Mian, saya setuju geser aja, walaupun harus diganti semua, gantilah kader dari Kabupaten/Kota yang banyak mampu berinovasi dalam pelayanan publik,