Masyarakat Adat Enggano Pilih Mulyadi Sebagai Ketua Baru

Foto bersama Mulyadi bersama warga

GK, Bengkulu — Musyawarah Daerah ke-III komunitas adat di Enggano resmi memilih Mulyadi dari Suku Kauno sebagai Ketua Pelaksana Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Daerah Enggano pada Rabu, 19 Februari 2025.

elain itu, dalam Musda yang dihadiri oleh Lima Komunitas adat Enggano yakni, Kaitora, Kaarubi, Kaharuba, Kauno dan Kaahoao, juga menunjuk lima Dewan Aman Daerah dari masing-masing komunitas yakni, Selly Susteria dari suku Kaahoao, Rahmawati dari Kaitora, Suwaidi dari Kaarubi, Rukhiyat dari Kaaruba dan John Rafles dari Kauno.

Bacaan Lainnya

“Semoga kepengurusan baru ini bisa memperbaiki dan mempercepat gerak organisasi untuk mendorong pengakuan dan perlindungan masyarakat adat Enggano,” kata Ketua Pengurus Harian AMAN Wilayah Bengkulu Fahmi Arisandi.

Dalam pertemuan yang dihadiri oleh kepala suku, kepala pintu suku,  dan lebih dari 30 orang perwakilan anggota komunitas adat itu.

Salah satu yang menjadi sorotan terkait dengan penguatan kesepakatan untuk menjaga wilayah adat Enggano yang kini mulai mendapat ancaman.

“Kelapa sawit misalnya. Terus sudah banyak yang membuka lahan di hutan yang dilakukan oleh orang dari luar Enggano,” kata Paabuki-Pimpinan Kepala Suku-Wilson Kaitora.

Sementara itu, Mulyadi, ketua AMAN Enggano terpilih mengaku akan merampungkan banyak pekerjaan rumah yang selama ini sempat tertahan di kepengurusan AMAN Enggano.

Salah satu yang paling prioritas adalah terkait pengesahan Peraturan Daerah Penetapan dan Pengakuan Masyarakat Adat Enggano yang kini masih mandek di Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara.

“Kami menanti iktikad baik kepala daerah untuk menetapkan perda ini. Dengan begitu, segala sumbatan yang terkait dengan perlindungan masyarakat adat Enggano bisa diselesaikan,” kata Mulyadi.

Masyarakat adat Enggano, terletak di 150 mil laut Samudera Hindia.

Sejak ratusan tahun lalu, komunitas ini hidup dan beraktivitas di Pulau Enggano. Mayoritas mereka berprofesi sebagai petani dan nelayan. Secara turun temurun, komunitas ini menjaga tata hidup dan kebudayaan mereka dengan baik.

Namun demikian, kini komunitas adat Enggano mulai mendapat beberapa potensi ancaman dari mulai soal kewilayahan sampai dengan tergerusnya beberapa pengetahuan lokal dan kebudayaan mereka akibat masifnya proses akulturasi yang telah berlangsung puluhan tahun.(Rls)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *