Ditulis oleh: Rengky Yasepta
Golden, Colorado 🇺🇲
GK – Pekerjaanku selama libur musim panas (summer) ini salah satunya adalah mengangkat telepon dan menjawab pertanyaan mahasiswa atau orang tua mahasiswa.
Satu hal yang sangat penting yang saya pelajari (dan praktekkan) dari melakukan pekerjaan ini yaitu kemampuan mendengarkan, alias menggunakan telinga dengan baik. Sesimpel itu!
Untuk bisa menjawab pertanyaan mereka dengan tepat, saya harus MENDENGAR dengan baik terlebih dahulu. Tanpa mendengarkan dengan utuh, mustahil saya bisa menjawab dengan tepat apapun pertanyaan mereka.
Alhamdulillah sejauh ini sudah hampir tiga bulan kerja di sini, urusan mengangkat telepon ini semakin menantang sekaligus menyenangkan. Kuncinya tadi: mendengar dengan baik, sebelum membalas.
Walaupun secara tata bahasa dan penguasaan kosakata saya tentu saja kalah sama penduduk asli Amerika, tetapi dengan mendengarkan dan menangkap maksud pertanyaan mereka, saya bisa membalas dengan tepat, meskipun dengan speaking yang terbata-bata.
Kalau pun saya tidak bisa menjawab pertanyaan (karena terlalu spesifik dan sulit), saya suruh mereka mengirim email atau kadang saya transfer teleponnya ke staff yang memang membidangi masalah itu. Sederhana bukan? Namun saya pastikan dulu bahwa saya sudah menangkap maksud mereka dengan utuh.
Begitulah kira-kira kehidupan kita sehari-hari. Urusan mendengarkan terlebih dahulu dengan baik sampai lawan bicara selesai mengutarakan maksudnya, baru menanggapi, sangatlah penting.
Saya yakin, banyak kesalahpahaman atau bahkan cekcok dalam urusan apapun terjadi karena kurangnya kemampuan mendengar. Lawan bicara baru ngomong setengah, langsung kita potong dan memberi solusi yang bahkan tidak pernah mereka butuhkan.
Padahal yang mereka butuhkan kadang cuma didengar, dan jawaban yang mereka perlukan seringkali terselip di ucapan mereka itu sendiri.
Sayangnya, kita seringkali menyaksikan orang beradu mulut hanya gara-gara salah paham begini. Di TV seringkali bahkan sekelas public figure hampir adu jotos gara-gara masalah yang sepele. Di pasar, emak-emak ribut ketika menawar dagangan, dan seterusnya.
Efek lain dari ketidakmampuan mendengarkan lawan bicara secara tuntas baru menanggapi ini akan berujung pada kebuntuan. Atau kadang orang menyerah begitu saja dan bilang “Maaf, saya tidak tahu!”
Padahal pertanyan orang sangat sederhana andaikan kita mau mendengar dulu secara seksama, baru menanggapi secara proporsional. Bukankah Tuhan memberi kita dua telinga dan hanya satu mulut?