Oleh: Rifyal Fajri
Di Sebuah ruangan sederhana di Jakarta, sesaat setelah ibu Fatmawati selesai menjahit Bendera Sang Saka Merah Putih. Aku diizinkan menyapa sebentar dan berdiskusi diantara hiruk pikuk kegiatan beliau siang itu.
“Ibu Fatmawati, sungguh suatu kehormatan bisa bertemu dengan Ibu. Bendera yang Ibu jahit ini akan menjadi simbol perjuangan bangsa kita.”
(tersenyum lembut): “Ini adalah tugas dan kebanggaan bagi saya. Setiap jahitan ini saya iringi dengan doa agar Indonesia merdeka sepenuhnya.”
“Ibu berasal dari Bengkulu, ya? Saya pernah dengar, Bengkulu dijuluki Bumi Rafflesia karena bunga langka itu tumbuh di sana. Tapi, melihat peran Ibu dalam menciptakan Sang Saka Merah Putih, mungkin lebih pantas disebut Bumi Merah Putih?”
(tertawa kecil) : “Wah, menarik sekali pertanyaannya. Bengkulu memang tanah yang kaya. Bumi Rafflesia menggambarkan keindahan alam kami yang unik. Tapi Merah Putih… itu adalah warna yang mewakili semangat seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya Bengkulu.”
“Jadi, Ibu lebih setuju dengan sebutan Bumi Rafflesia?”
(berpikir sejenak): “Sebenarnya, kedua julukan itu indah. Rafflesia mengingatkan dunia akan kekayaan alam Bengkulu, sementara Merah Putih adalah simbol perjuangan yang saya bawa dari sana untuk Indonesia. Mungkin biarlah keduanya hidup berdampingan. Yang penting, rakyat Bengkulu dan seluruh Indonesia tetap bersatu di bawah bendera ini.”
“Pesan yang sangat bijak, Ibu. Terima kasih atas waktu dan inspirasi yang Ibu berikan.”
(mengangguk ringan): “Sama-sama. Jaga selalu semangat merah putih di mana pun kalian berada.
Bengkulu – 25 Mei 2025
Dua hari Pasca Gempa 6.3 SR