GK, Kota Bengkulu – Bagi sebagian orang, Festival Tabot adalah pesta budaya yang penuh warna, musik, dan kembang api. Tapi bagi para pedagang kecil di Bengkulu, festival ini bisa jadi momen harapan atau justru kecemasan.
Hal itu disampaikan oleh Ketua fraksi PKS DPRD kota Bengkulu, Andi Saputra, S.Pd.I, saat turun langsung meninjau persiapan area festival. Ia menyuarakan suara-suara kecil yang kerap luput dari perhatian yakni suara para pelaku UMKM yang tak mampu menyewa lapak karena tarif yang dinilai terlalu tinggi.
“Festival seperti Tabot ini seharusnya jadi peluang ekonomi bagi semua, bukan cuma yang punya modal besar,” ujar Andi kepada wartawan, usai bertemu sejumlah pedagang di sekitar lokasi acara, Rabu (25/6/2025).
“Banyak yang curhat ke saya. Mereka ingin jualan, tapi tak sanggup bayar sewa lapak. Akhirnya hanya bisa menonton dari pinggir,”tambah Andi
Dengan nada prihatin, politisi pks ini menekankan pentingnya keberpihakan pemerintah terhadap UMKM kecil yang kerap hanya bermodal gerobak, tikar, atau meja lipat. Baginya, kehadiran negara bukan diukur dari megahnya panggung hiburan, tetapi dari keberanian memberi ruang kepada yang lemah.
“Tidak semua pedagang sama. Harus dibedakan antara pengusaha kuliner mapan dengan ibu-ibu yang jualan pempek atau gorengan di pojok jalan. Untuk yang seperti itu, sudah sepantasnya disediakan lapak gratis,” ujarnya lagi.
Andi pun mendorong Pemerintah Kota, melalui Dinas Koperasi dan UKM serta panitia Festival Tabot, agar lebih proaktif. Salah satunya dengan membentuk tim khusus untuk mendata UMKM kecil yang layak mendapatkan fasilitas gratis.
“Kalau perlu libatkan RT dan kelurahan. Kita semua tahu siapa warga kita yang benar-benar butuh. Jangan sampai lapak gratis malah diambil pedagang besar yang punya banyak cabang,” tegasnya.
Bukan hanya soal tempat berjualan, Andi juga mengusulkan terobosan lain: tenda edukasi UMKM di sekitar area festival. Di sana, para pedagang bisa mendapatkan pelatihan praktis seperti pengemasan menarik, promosi digital, dan pengelolaan keuangan sederhana.
“Saya yakin, UMKM tidak butuh dikasihani. Mereka butuh kesempatan, ruang, dan ilmu. Kalau itu diberikan, mereka akan tumbuh dan jadi penyangga ekonomi kota kita,” ujarnya dengan optimistis.
Lebih jauh, Andi memastikan bahwa DPRD akan mendukung kebijakan anggaran yang berpihak pada pemberdayaan ekonomi rakyat kecil. Baginya, pesta budaya seperti Tabot tak boleh hanya jadi tontonan, tapi harus jadi ajang pemberdayaan.
“UMKM bukan pelengkap. Mereka adalah jantung ekonomi lokal. Jangan biarkan mereka jadi penonton di rumah sendiri,” tutupnya.
Festival Tabot, yang tinggal menghitung hari, semestinya tidak hanya menghadirkan gemerlap budaya, tetapi juga membawa harapan nyata bagi rakyat kecil.(Nasti)