GK, Bengkulu – Dalam acara SIGAP FAIR 2024 yang mengusung tema “Inovasi Sistem Pendidikan untuk Mewujudkan Generasi Emas 2045 pada Era Modernisasi”, Senator Apt. Destita Khairilisani D.Farm., MSM, menyampaikan pandangannya terkait tantangan dan inovasi dalam sistem pendidikan Indonesia.
SIGAP FAIR digelar HIMA Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Bengkulu (UNIB) di Gedung Pertemuan II, Rabu (18/12/24), mengangkat tema besar ”Meriahkan Energi Gemilang Administrasi”.
Menurut Destita, standar pendidikan yang diterapkan di Indonesia saat ini perlu terus dievaluasi dan disesuaikan agar relevan dengan kondisi daerah, institusi, dan kebutuhan siswa.
“Standar itu perlu, tetapi implementasinya perlu kita evaluasi melalui monitoring. Apakah standar yang ada sudah sesuai, terlalu berat, atau justru terlalu ringan? Evaluasi diperlukan agar standar tersebut bisa diadaptasi sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah,” ujar Senator DPD RI itu.
Destita juga menyoroti hambatan perubahan dalam sistem pendidikan.
“Perubahan sistem sering kali sulit diterima karena terbiasa dengan pola lama. Tantangan utama adalah meyakinkan pihak-pihak terkait, termasuk mahasiswa dan tenaga pendidik, bahwa perubahan itu diperlukan. Selain itu, dukungan teknologi dan regulasi yang mendukung sangat penting,” katanya.
Destita menekankan pentingnya profesionalisme guru sebagai pilar utama pendidikan berkualitas. Pemerintah, menurutnya, memiliki peran besar dalam memastikan tenaga pendidik memenuhi standar kompetensi tertentu melalui sertifikasi.
“Standar kompetensi penting untuk menyamakan kualitas pendidikan, misal saja seperti di Papua maupun di Kalimantan. Kalau standar guru tidak seragam, bagaimana kita bisa memastikan murid mendapatkan kualitas pendidikan yang setara?” jelasnya.
Ia juga menyoroti aspek remunerasi sebagai bagian dari upaya meningkatkan profesionalisme guru.
“Remunerasi yang memadai akan memotivasi tenaga pendidik untuk terus meningkatkan kualitas dan kemampuan mereka,” tambahnya.
Kemudian Destita menyoroti perbedaan metode pengajaran antara generasi lama dan generasi baru. Ia mendorong adaptasi teknologi dalam pembelajaran, baik bagi dosen maupun mahasiswa.
“Mahasiswa zaman sekarang sudah terbiasa dengan teknologi, tetapi tidak semua dosen mudah beradaptasi. Ini tantangan yang perlu dijembatani agar sistem pembelajaran lebih efektif,” ujar Destita
Ia juga menambahkan bahwa perbedaan metode pengajaran maupun berubahnya sistem pendidikan dan kurikulum yang dipakai bisa menjadi peluang bagi mahasiswa untuk belajar beradaptasi dengan berbagai situasi.
“Adaptasi terhadap berbagai gaya pengajaran itu juga pelajaran berharga untuk kehidupan di masa depan,” kata Destita.
SIGAP FAIR 2024 menjadi momen penting untuk merumuskan strategi pendidikan yang inovatif, relevan, dan inklusif demi mewujudkan Generasi Emas 2045.
“Mari kita jadikan pendidikan sebagai alat utama untuk mencetak generasi masa depan yang unggul, kompetitif, dan siap menghadapi tantangan modernisasi,” pungkas Destita.(Bsr)