Jambi, GK – Bulan kemerdekaan selalu menjadi momentum refleksi bagi bangsa Indonesia. Di tengah sorotan pada pembangunan infrastruktur dan ekonomi, para tokoh pendidikan nasional justru menyoroti urgensi restorasi pendidikan untuk menjawab tantangan krusial di era modern.
Ratusan guru besar, pemikir, dan rektor sepakat bahwa gagasan ‘Ruhiologi’, sebuah paradigma baru pendidikan holistik, menjadi jawaban fundamental untuk mengatasi krisis nilai dan ledakan teknologi.
Gagasan ini, yang pertama kali dipresentasikan dalam pengukuhan Guru Besar UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi oleh Prof. Iskandar, S.Ag., M.Pd., M.S.I., M.H., Ph.D., telah dituangkan ke dalam berbagai jurnal dan buku. Menurut mereka, Ruhiologi bukan sekadar teori, melainkan “kitab ruhani pendidikan” yang diprediksi akan menjadi tonggak penting dalam restorasi pendidikan di Indonesia dalam 10 hingga 20 tahun ke depan.
Pendidikan Merdeka yang Menyentuh Ruh
Di bulan kemerdekaan ini, Ruhiologi mengingatkan kita bahwa makna kemerdekaan sejati adalah kemerdekaan jiwa. Prof. Dr. H. M. Amin Abdullah.
Menegaskan bahwa Ruhiologi menjawab krisis epistemologis pendidikan yang tercerabut dari spiritualitas, sebuah masalah yang menggerogoti esensi pendidikan bangsa. Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, yang memimpin UIN Malang selama tiga periode, bahkan menekankan perlunya pergeseran dari neurologi ke Ruhiologi agar peserta didik tercerahkan secara ruhani.
“Pendidikan yang kehilangan ruh hanya akan melahirkan jasad tanpa jiwa dan alat yang tak bernyawa,” ujar Prof. H. Hery Nor Aly, Guru Besar UIN Bengkulu, secara metaforis.
Kritiknya ini diperkuat oleh pandangan Prof. Dr. derSoz. H. Gumilar Rusliwa Somantri, mantan Rektor UI, yang menilai gagasan Ruhiologi “bersifat mendasar dan menukik kepada intisari yang jarang disentuh orang”.
Menurutnya, Ruhiologi menawarkan solusi alternatif atas “mandulnya proses pendidikan konvensional” dalam menghasilkan produk yang bernas nilai etik luhur, moralitas hakiki, serta kesadaran paripurna atas diri.
Dari Perspektif Sains dan Teknologi Menemukan Jati Diri Lewat Ruhiologi
Dukungan kuat juga datang dari kalangan sains dan teknologi, yang melihat Ruhiologi sebagai jembatan revolusioner. Prof. Dr. Hj. Sri Harini, M.Si., Dekan Saintek UIN Malang, menyebutnya sebagai “revolusi batin yang menyatukan sains dan spiritualitas”.
Menurutnya, Ruhiologi adalah mercusuar pencerahan yang melampaui materi, menciptakan inovasi yang beresonansi dengan etika dan makna sejati bagi kemanusiaan.
Pandangan serupa diungkapkan oleh Prof. Dr. Erwin, M.Sc., Guru Besar Fisika Universitas Riau, yang melihat Ruhiologi sebagai “terobosan vital yang secara brilian menyatukan esensi ruhani manusia dengan realitas ilmiah yang paling mendasar”. Ia menegaskan bahwa Ruhiologi mengembalikan nilai Ilahiyah sebagai fondasi, mengubah pencarian ilmiah menjadi perjalanan spiritual yang holistik.
Prof.Dr. Husni Teja, Dekan FST UIN Syarif Jakarta, menyoroti pentingnya Ruhiologi di tengah serbuan artificial intelligence (AI), memastikan bahwa fundamental penggunaan kecerdasan artifisial tidak terlepas dari nilai ketauhidan.
Prof. Dr. H. Kasful Anwar, M.Pd., Rektor UIN STS Jambi, menjelaskan bahwa Ruhiology Quotient (RQ) adalah pembaharuan paradigma lama dengan mengintegrasikan berbagai kecerdasan (IQ, EQ, SQ, AI) dalam kesadaran ketuhanan yang holistik.
Hal ini menjadikan Ruhiologi sebagai metodologi pendidikan holistik yang ilmiah dan aplikatif, sesuai dengan semangat kemerdekaan untuk mencetak generasi yang cerdas dan berkarakter.
Panggilan untuk Mengisi Kemerdekaan dengan Pendidikan Ruhani
Dukungan juga datang dari Prof. Dr. H. Azhar Arsyad, mantan Rektor UIN Alauddin Makassar, yang menggambarkan Ruhiologi sebagai “oase yang mencerahkan” di tengah tantangan pendidikan modern. Ia menyoroti bagaimana Ruhiologi mengungkap ‘inner capacity’ manusia yang bersumber langsung dari Ilahiyah, meskipun pernah dibahas oleh ulma abad 9 dan 10 miladiyah seperti Ikhwanushafa tetapi topik ini jarang ada yang menyentuh dan membahasnya di era pendidikan modern abad 21.
Sebuah potensi yang esensial untuk mengembalikan kemanusiaan sejati dalam dunia pendidikan. Prof. Dr. H. Mukhtar, M.Pd. Ketua ICMI Prov. Jambi, memandangnya Ruhiologi sebagai perekat dan penyeimbang antara semua kecerdasan, mengajarkan pengabdian diri sepenuhnya kepada Sang Khalik, yang menjadi ketaatan puncak dan fondasi karakter yang kokoh.
Secara keseluruhan, Ruhiologi dipandang bukan sekadar konsep teoritis, melainkan sebuah gagasan yang mendalam, relevan, dan sangat dibutuhkan dalam konteks pendidikan modern. Di bulan kemerdekaan ini, gagasan ini menjadi panggilan bagi seluruh elemen bangsa untuk tidak hanya fokus pada pembangunan fisik, tetapi juga membangun ruhani dan karakter, demi mewujudkan cita-cita luhur kemerdekaan Indonesia. (Twu7)