Oleh : Donny Osmond
Seiring berlangsungnya perhelatan politik, perubahan menjadi sebuah jargon yang sering kita dengar. Perubahan menjadi sebuah kata yang digunakan untuk mengkritik kondisi kepemimpinan yang akan dijadikan target dari perubahan itu sendiri. Slogan perubahan yang disampaikan secara langsung maupun melalui media kepada masyarakat merupakan sebuah bentuk agitasi atau propaganda. Sebagai “pintu” untuk menyampaikan informasi sehingga terbangun opini tentang keadaan. Melalui isu perubahan program yang ditawarkan sebagai solusi masalah dapat tersampaikan.
Adanya pandangan dari individu-individu yang meyakini keadaan ketidakadilan yang terjadi adalah sebuah takdir. Individu seperti ini cenderung apatis terhadap kondisi sosial masyarakat. Paradigma pikir dalam sistem sosial seperti inilah yang seharusnya menjadi objek. Jangan sampai membuat masyarakat menyalahkan diri sendiri hingga frustasi.
Individu yang paling dipengaruhi oleh kondisi buruk ketidakadilan lah yang mempunyai kesadaran dan kepekaan paling tajam.
Kesulitan ekonomi, kemiskinan dan kurangnya pendidikan pada akhirnya menyebabkan terjadinya kriminalitas. Harapan akan kesejahteraan, kemakmuran, keadilan yang diimpikan semakin jauh dari kenyataan. Ketidakadilan atau ketimpangan ekonomi membuat individu depresi, mudah terbakar emosi sehingga rawan terjadinya kekerasan. Dan berbagai permasalah sosial lainnya yang menimbulkan goncangan psikologi, gejala keterasingan, disorientasi, dislokasi, dan deprivasi relatif. Rekayasa sosial dibutuhkan sebagai obat yang mujarab, dan dapat berfungsi sebagai mekanisme pelarian diri.
Jika yang ungkapan berupa realita yang tak terbantahkan, menyentuh apa yang memang dirasa, niscaya hati mereka akan tergugah.
Pencerahan yang akan menimbulkan pemahaman, dan terbangun kesadaran/Mindfram pada individu.
Dari kesadaran individu selanjutnya diarahkan menjadi kesadaran sosial. Hak-hak apa saja yang selama ini belum didapatkan sebagai anak bangsa?
Kesadaran bahwa permasalah yang dirasakan bukanlah permasalahan yang bersifat individu, tetapi merupakan permasalah sosial. Sehingga akan muncul keyakinan/Mindset yang menjadi kunci berhasil tidaknya isu perubahan, serta mendasari individu untuk ikut dalam ‘barisan’ perubahan. Partisipasi dalam gerakan perubahan membutuhkan kesadaran.
Bahwasannya permasalahan yang terjadi (impacts) bersumber dari kesalahan pemimpin (cause). Perubahan sebagai upaya pembaharuan atas situasi dan kondisi sosial ekonomi yang dipandang tidak baik, atau juga untuk menghentikan kondisi status quo. Untuk mewujudkan perubahan, masyarakat akan bereaksi terhadap kepemimpinan dengan sikap untuk tidak memilih kandidat Paslon Petahana yang dinilai gagal.
Perubahan menjadi antitesa untuk kata ‘Lanjutkan’, yang juga menjadi ‘slogan’ bagi Paslon yang berstatus Patahana. Tentu saja penentangan akan datang dari pihak Patahana yang sudah tentu tidak menginginkan adanya perubahan. Akan tetapi, jika ketidakadilan dan kepuasan dirasakan dan disadari oleh sebagian masyarakat. Isu perubahan sebagai gerakan politik yang ditawarkan akan memiliki efek yang besar. Selain berfungsi sebagai pencerahan dan edukasi, Pileg dan Pilpres kali dapat menjadi momentum untuk perubahan kepemimpinan secara konstitusional. Dimana pada saat ini para kontestan sedang bersaing untuk merebutkan simpati pemilih. Namun keinginan sebagian besar suara pemilih lah yang akan menjadi faktor penentu bagi kemenangan “Perubahan’ atau ‘Lanjutkan’ dalam kontestasi politik sistem demokrasi kapitalis saat ini.
Wallahu a’lam.
Penulis adalah alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik pada Universitas Bengkulu.