GK, Bengkulu – Keberadaan mafia tanah menjadi ancaman serius yang merugikan masyarakat dan negara. Beragam modus, mulai dari pemalsuan dokumen hingga tumpang tindih sertifikat, menjadi akar persoalan yang memicu konflik serta ketidakpastian hukum.
Menyikapi hal ini, Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Bengkulu, Rosjonsyah, menyerukan semua pihak di daerah untuk bersinergi memberantas praktik kejahatan pertanahan tersebut.
Sebagai langkah nyata dalam mempercepat implementasi Reforma Agraria, Pemerintah Provinsi Bengkulu membentuk Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) yang beroperasi di tingkat kabupaten/kota hingga provinsi.
Komitmen ini ditegaskan melalui Rapat Koordinasi Akhir GTRA Provinsi Bengkulu Tahun 2024 yang berlangsung di Ballroom Hotel Two K Azana Style, Rabu (11/12/2024).
Rosjonsyah, yang memimpin langsung tim GTRA Provinsi Bengkulu, menyampaikan bahwa pemberantasan mafia tanah merupakan prioritas utama untuk menciptakan tatanan agraria yang adil dan berkeadilan.
“Mafia tanah adalah musuh terbesar di sektor pertanahan. Dampaknya tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga menimbulkan potensi konflik yang dapat merusak stabilitas sosial serta menggerogoti keuangan negara,” tegas Rosjonsyah dalam sambutannya.
Ia menambahkan, reforma agraria memiliki nilai strategis dalam mengurangi kesenjangan penguasaan lahan, menyelesaikan sengketa agraria, memberikan kepastian hukum, dan membuka akses masyarakat terhadap sumber daya ekonomi. Tak hanya itu, reforma agraria juga menjadi instrumen penting untuk menjaga keseimbangan lingkungan hidup.
Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Bengkulu, Indera Imanuddin, selaku Ketua Pelaksana Harian GTRA Provinsi Bengkulu, mengungkapkan hasil pendataan potensi Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) yang tersebar di tujuh kabupaten/kota, yakni Kota Bengkulu, Bengkulu Tengah, Bengkulu Selatan, Bengkulu Utara, Kepahiang, Lebong, dan Rejang Lebong.
“Potensi TORA meliputi aset dari lahan Hak Guna Usaha (HGU) yang telah habis masa pakainya dan kawasan hutan yang dilepaskan. Pendataan ini juga mengidentifikasi peluang penataan akses berupa pengembangan sektor wisata, UMKM, produksi makanan, perkebunan, hingga perikanan,” jelas Indera.
Tindak lanjut dari pendataan ini mencakup pelatihan, pendampingan, dan fasilitasi masyarakat untuk mengoptimalkan manfaat dari TORA. Seluruh potensi yang teridentifikasi akan disertifikasi melalui skema legalisasi aset atau redistribusi tanah.
Sebagai penutup, rapat koordinasi tersebut menghasilkan rekomendasi strategis untuk penataan aset dan akses reforma agraria di Provinsi Bengkulu Tahun 2024. Rekomendasi ini dituangkan dalam Berita Acara yang akan disampaikan kepada Menteri ATR/BPN untuk ditindaklanjuti pada tahun 2025.
Langkah ini tidak hanya menjadi bentuk komitmen Provinsi Bengkulu dalam memerangi mafia tanah, tetapi juga membuka jalan menuju pemerataan kepemilikan lahan, penguatan ekonomi rakyat, dan keberlanjutan lingkungan.(Dona)