Masyarakat Adat Enggano Desak Pemerintah Terbitkan Larangan Budidaya Sawit di Enggano

Enggano, GK – Masyarakat adat Pulau Enggano mendesak pemerintah daerah hingga pusat untuk segera menerbitkan larangan budidaya sawit di wilayah mereka. Desakan ini disampaikan langsung oleh para kepala suku adat usai menggelar aksi di Kantor Kecamatan Enggano.

Milson Kaitora, Paabuki atau pimpinan kepala suku di Pulau Enggano menegaskan, keberadaan sawit akan mengancam kelestarian pulau, memicu perusakan hutan adat, hingga menimbulkan krisis air. Karena itu, masyarakat meminta agar seluruh bibit maupun tanaman sawit yang sudah ada di Enggano segera dimusnahkan.

Bacaan Lainnya

“Jadi kami minta musnahkan seluruh sawit yang ada, baik bibitnya maupun yang sudah ditanam. Kami juga minta agar Bupati menindak tegas siapa pun oknum pemerintah yang mensponsori penanaman sawit di Pulau Enggano,” kata Milson.

Ia menambahkan, sebagai pulau terluar dengan lebih dari 4.000 penduduk, keberlanjutan hutan adat di Enggano sangat vital bagi kehidupan masyarakat yang menggantungkan hidup dari hasil hutan dan pertanian.

Sementara itu, Ketua Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Enggano, Mulyadi Kauno, mengungkapkan bahwa sejak 2009 masyarakat adat sebenarnya sudah menyepakati larangan penanaman sawit. Kesepakatan ini bahkan turut ditandatangani Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu.

Namun, sejak 2016, praktik penanaman sawit mulai muncul, terutama oleh pendatang dengan bibit yang dibagikan gratis. Bahkan pada 2022, Forum Komunikasi Kepala Desa (FKKD) di Enggano mengirim surat permohonan izin ke pemerintah pusat untuk investasi perkebunan sawit oleh PT Sumber Enggano Tabarak seluas 15 ribu hektare.

“Sosialisasinya bahkan difasilitasi oleh para kepala desa,” kata Mulyadi.

Atas kondisi ini, AMAN Enggano menegaskan dukungannya terhadap desakan masyarakat adat agar pemerintah serius menghentikan rencana perkebunan sawit di Pulau Enggano.

“Buat aturan larangan sawit, dukung kami. Pulau ini masih panjang umurnya, jangan sampai rusak karena kepentingan segelintir,” ujar Mulyadi.

Endang Setiawan dari AMAN menambahkan, persoalan sawit di Enggano bukan hanya soal ekonomi, tetapi menyangkut keberlanjutan lingkungan dan eksistensi masyarakat adat.(Red)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *