Aliansi Mahasiswa Bengkulu Gelar Aksi “Indonesia Cemas”, Sampaikan 6 Tuntutan ke DPR RI

Bengkulu, GK — Puluhan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Bengkulu menggelar aksi unjuk rasa bertajuk “Indonesia Cemas” pada Jumat sore (25/7). Aksi ini berlangsung di depan kantor DPRD Provinsi Bengkulu dan menuntut perhatian serius atas berbagai persoalan nasional yang dinilai kian meresahkan masyarakat.

Dalam aksi tersebut, para mahasiswa menyampaikan enam tuntutan utama yang diminta untuk diteruskan oleh DPRD Provinsi Bengkulu kepada DPR RI. Massa aksi diterima langsung oleh Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu, Usin Abdisyah Putra Sembiring, dan Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda), Ali Saftaini, yang berdialog langsung di depan gerbang kantor dewan.

Bacaan Lainnya

“Kita menerima tuntutan adik-adik sekalian. Pada prinsipnya, kita sepakat dan akan menyampaikannya ke DPR RI dalam bentuk surat resmi yang menggunakan kop DPRD Provinsi Bengkulu,” ujar Usin di hadapan massa.

Hal senada disampaikan oleh Ali Saftaini. Ia menegaskan bahwa DPRD tidak mempermasalahkan redaksi dalam tuntutan yang disampaikan oleh mahasiswa.

“Semua redaksinya kami sepakat, tidak ada teks yang membuat kami keberatan,” tegas Ali sambil menenangkan massa .

Sementara itu, Koordinator Aksi, Kelvin Marlindo, menyatakan bahwa gerakan ini merupakan bagian dari simbol keresahan masyarakat terhadap arah kebijakan pemerintah yang dinilai menyimpang dari semangat konstitusi.

“Kami akan terus mengawal agar enam tuntutan ini sampai ke DPR RI dan mendapatkan tindak lanjut,” tegas Kelvin.

Berikut isi lengkap pernyataan sikap mahasiswa dalam aksi “Indonesia Cemas”:

Bersama ini disampaikan kepada Pimpinan DPR RI di Jakarta terhadap pernyataan sikap aksi simbolik Indonesia Cemas Provinsi Bengkulu dengan pernyataan sebagai berikut:

 

PERYATAAN SIKAP AKSI SIMBOLIK: INDONESIA CEMAS

 

Kedaulatan berada di tangan rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945. Namun hari ini, kedaulatan itu dirampas oleh kebijakan yang jauh dari nurani rakyat. Hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, untuk menghirup udara yang bersih, untuk mendapatkan pelayanan publik yang layak, sebagai mana hak-hak yang dijamin dalam Pasal 28H ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 kini seakan hanya menjadi teks tanpa makna di atas kertas. Kita menyaksikan dengan mata kepala sendiri, bagaimana kebijakan pemerintah yang tidak konsisten, perjanjian bilateral yang diselimuti kabut ketidaktransparanan, pengelolaan sumber daya alam yang semena-mena, serta respon lamban terhadap krisis yang melanda negeri. Semua itu menumpuk menjadi gelombang keresahan sosial, merambat hingga ke setiap pelosok, termasuk wilayah Provinsi Bengkulu. Di tengah kegelapan ini, sejatinya perlu diingat bahwa amanat konstitusi di dalam Pasal 33 seharusnya menjadi Kompas keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat. Kekuasaan negara wajib dijalankan dengan prinsip good governance, transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi rakyat. Ketika suara rakyat dibungkam, keadilan diperdagangkan, dan kebenaran dipelintir, maka tiada pilihan selain berdiri dan melawan.

Untuk itu kami menyatakan sikap:

1. Menolak segala bentuk pengaburan atau pembelokan sejarah, serta mendesak penyelenggaraan pendidikan sejarah yang akurat, berbasis fakta, dan berlandaskan tanggung jawab moral.

2. Mendesak peninjauan kembali pasal bermasalah dalam RUU KUHAP, dan menunda pengesahan hingga semua poin kontroversial selesai, serta memprioritaskan pembahasan RUU KUHAP dan RUU Perampasan Aset yang berpihak pada kepentingan rakyat tanpa adanya tendensi politik.

3. Menuntut keterbukaan pemerintah terkait seluruh perjanjian bilateral dan kebijakan ekonomi strategis, termasuk klarifikasi mengenai data dan kesepakatan tarif antara Amerika dan Indonesia yang jelas berpotensi merugikan Indonesia.

4. Menolak keras aktivitas LGBT yang bertentangan dengan norma keagamaan, serta mendesak pemerintah untuk merumuskan regulasi dan sanksi yang jelas 5. Mendesak Pemerintah untuk segera menjalankan amanat Mahkamah Konstitusi dalam hal tidak adanya praktik rangkap jabatan, terkhusus bagi “Wakil Menteri”.

6. Mendesak DPR dan Pemerintah untuk mencabut UU TNI dan menolak segala bentuk intervensi, intimidasi dan represi yang mengancam kebebasan sipil.(Nasti)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *