GK, Bengkulu – Bahasa daerah bukan sekadar alat komunikasi, tetapi juga identitas budaya dan jejak sejarah yang menghubungkan masyarakat dengan akar budayanya.
Pelestariannya menjadi tanggung jawab bersama agar tidak punah tergerus zaman.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) RI, Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed., dalam gelar wicara di Balai Bahasa Provinsi Bengkulu, Kamis (27/2/2025).
Dalam kesempatan tersebut, ia menyoroti pentingnya menjaga keberagaman bahasa daerah di Indonesia, yang saat ini mencapai 817 bahasa, dengan sekitar 400 di antaranya berada di Papua.
“Ini adalah kekayaan yang harus kita jaga. Jika tidak dilestarikan, bahasa daerah akan punah, dan kita kehilangan bagian penting dari identitas bangsa,” ujar Abdul Mu’ti.
Kegiatan ini juga bertepatan dengan peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional 2025 yang digelar di Bengkulu. Dengan tema “Bahasa Daerah Mendukung Pendidikan Bermutu untuk Semua,” peringatan ini menegaskan bahwa pelestarian bahasa daerah selaras dengan upaya meningkatkan kualitas pendidikan.
Sebagai langkah konkret dalam mendukung pelestarian bahasa, Abdul Mu’ti turut meresmikan gedung baru Balai Bahasa Bengkulu yang berlokasi di Jl. Timur Indah 3, Kelurahan Sidomulyo, Kecamatan Gading Cempaka, Kota Bengkulu.
Peresmian ini diharapkan dapat memperkuat peran Balai Bahasa dalam pengembangan dan revitalisasi bahasa daerah.
Penjabat Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu, Haryadi, yang turut hadir dalam acara tersebut, menyoroti berkurangnya penutur bahasa daerah di kalangan generasi muda.
“Banyak anak muda tidak lagi bisa menuturkan bahasa daerahnya dengan baik. Ini tanggung jawab kita bersama—orang tua, sekolah, dan pemerintah harus berperan aktif,” ujarnya.
Menurut Haryadi, revitalisasi bahasa daerah bukan sekadar mengajarkan kembali bahasa ibu, tetapi juga membangun kebanggaan dalam menggunakannya.
Upaya ini dilakukan melalui berbagai inisiatif, seperti pengajaran di sekolah dan kampanye budaya.
Selain gelar wicara dan peresmian gedung, peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional di Bengkulu juga diramaikan dengan pameran produk unggulan, simulasi UKBI Adaptif, sosialisasi penggunaan bahasa Indonesia, pemberdayaan perpustakaan sekolah, pembelajaran bahasa bagi penutur asing, serta siniar kebahasaan dan kesastraan oleh Duta Bahasa Bengkulu.
Di tengah derasnya arus globalisasi, bahasa daerah memang menghadapi ancaman kepunahan.
Namun, dengan upaya kolektif yang berkelanjutan, bahasa daerah tetap bisa bertahan sebagai bagian dari kekayaan budaya Indonesia.(Nasti)