GK – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan bahwa dana hasil judi online (judol) senilai Rp28 triliun diduga mengalir melalui aset kripto. Modus ini dinilai semakin kompleks karena melibatkan bandar judi dari skala kecil hingga besar dengan penempatan dana di luar negeri, yang berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi nasional.
“Sebagian dana hasil judi dilarikan ke luar negeri. Ini menjadi persoalan besar karena perputarannya mencapai ratusan triliun rupiah,” ujar Koordinator Kelompok Hubungan Masyarakat PPATK, M. Natsir Kongah, dalam perbincangan bersama Pro 3 RRI, Minggu (9/2/2025).
Natsir menjelaskan bahwa para pelaku menggunakan teknik layering, yakni metode pencucian uang dengan memecah transaksi menjadi beberapa tahap agar sulit dilacak.
“Mereka melakukan konversi transaksi, baik di dalam negeri maupun langsung ke luar negeri,” jelasnya.
Untuk mengatasi permasalahan ini, PPATK bekerja sama dengan lembaga keuangan internasional guna melacak aliran dana tersebut.
Natsir juga mengimbau masyarakat agar tidak tergiur dengan ilusi kekayaan instan yang ditawarkan oleh praktik ilegal ini.
Sementara itu, Aparat penegak hukum terus berupaya menindak para pelaku judi online. Sejumlah bandar telah ditangkap dan aset mereka disita, termasuk yang berada di luar negeri.
Kejaksaan Agung juga menyoroti aliran dana ilegal melalui ekosistem kripto. Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejagung, Asep Nana Mulyana, mengungkapkan bahwa aktivitas ini telah menyebabkan kerugian negara hingga Rp1,3 triliun.
“Para pelaku semakin mahir dalam menyamarkan transaksi, menggunakan perangkat digital seperti mixer dan tumbler untuk menghilangkan jejak, serta cross-chain bridging untuk memindahkan aset antar-blockchain tanpa terdeteksi,” jelas Asep, seperti dikutip dari Antaranews.com.
Pemerintah terus berupaya memperketat regulasi dan pengawasan terhadap transaksi digital guna menekan peredaran dana ilegal yang merugikan negara dan masyarakat.(Ns)