GK, Bengkulu – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu pada Rabu (9/1) melalui Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan tuntutan dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pergantian Jembatan Air Taba Terunjam B Cs di Bengkulu Tengah.
Kasus ini menjadi perhatian publik setelah diketahui menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 8,2 miliar dan melibatkan tiga terdakwa utama.
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bengkulu, JPU memaparkan bukti-bukti kuat yang menunjukkan bahwa Zainul Abidin (konsultan pengawas), Ferra Lolita (kontraktor), dan Mardi (Pejabat Pembuat Komitmen/PPK dari Kementerian PUPR) terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi.
Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Bengkulu, Ristianti Andriani, S.H., M.H., menyampaikan bahwa tuntutan tersebut telah disusun berdasarkan fakta persidangan dan aturan hukum yang berlaku.
“Ketiga terdakwa melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,” ujar Ristianti.
JPU Kejati Bengkulu memberikan tuntutan berbeda kepada masing-masing terdakwa:
1. Ferra Lolita:
Hukuman penjara selama 8 tahun.
Denda sebesar Rp 100 juta dengan subsider 6 bulan kurungan.
Membayar uang pengganti sebesar Rp 8,2 miliar.
2. Mardi:
Hukuman penjara selama 6 tahun.
Denda sebesar Rp 100 juta.
3. Zainul Abidin:
Hukuman penjara selama 6 tahun.
Denda sebesar Rp 100 juta dengan subsider 6 bulan kurungan.
Ristianti menegaskan bahwa tuntutan ini merupakan wujud komitmen Kejaksaan dalam memberantas korupsi.
“Kami berupaya memberikan efek jera kepada para pelaku tindak pidana korupsi serta menjaga keuangan negara,” tegasnya.
Majelis Hakim yang diketuai oleh Faisol, S.H., menetapkan agenda sidang lanjutan pada pekan depan untuk mendengarkan pembelaan (pledoi) dari ketiga terdakwa.
Kejati Bengkulu berkomitmen mengawal kasus ini hingga tuntas sebagai bentuk tanggung jawab kepada masyarakat dan negara.
Kasus ini diharapkan menjadi pembelajaran penting agar proyek-proyek pembangunan yang dibiayai negara dapat dikelola dengan transparansi dan akuntabilitas penuh, demi mencegah kerugian negara di masa depan.(Nasti)